Menu

Milih Memasarkan Barang Pakai MLM atau Konvensional Ya ?

Berbicara mengenai MLM, alhamdulillah saya praktisi MLM.
Mengenai teknik pemasaran yang hendak dipilih MLM atau bukan, terus lebih menguntungkan yang mana. Bagi saya tetap saja sebagai provider produk, bapak tetap akan beroperasi sebagaimana mestinya perusahaan konvensional.
MLM adalah salah satu strategi marketing. Makanya kepanjangannya adalah Multi Level Marketing. Artinya berfokus kepada membangun tim pemasaran independen alias kemampuan Leadership yang diutamakan.
Jika bapak berharap masing2 dari member bapak senang berjualan, maka lebih cocok dengan pola Direct Selling.
Jika bisnis bapak dipasarkan via internet, namanya Internet Marketing.
Jika promosinya lewat berkirim Email, namanya Email Marketing.
Jika promosi bapak seperti promotor kartu kredit yang menghubungi bapak via telepon, maka nama strateginya adalah Telemarketing.

Sesederhana itu saja. MLM hanyalah strategi marketing. Perusahaan MLM tidak jauh beda dengan perusahaan konvensional pada umumnya. Hanya saja anggaran yang seharusnya bapak keluarkan untuk publikasi, cetak brosur, pasang iklan di koran, TV, radio, adsense, semuanya dikonversinya menjadi program-program bonus.

Justru jika bapak hari ini berusaha untuk menghemat anggaran dana dengan berharap dapat merekrut "sales" gratisan ala MLM, bapak harus bersaing dengan perusahaan asing yang secara kualitas dan pengalaman, suka tidak suka kita harus akui lebih unggul dibanding dengan manajemen Indonesia.

Start up untuk bisnis MLM juga nilainya ndak main-main. Bisa Milyaran rupiah. Angka segitu bisa sangat relatif besar kecilnya. Bergantung visi dari perusahaan bapak. Kalau hanya mau bersaing di kelas RT RW saja, saya yakin tidak perlu terlalu kokoh, bapak bisa unggul. Namun kalau bicaranya Indonesia atau bahkan dunia, bapak harus lebih banyak mempersiapkan infrasturktur. Hal sederhana saja, mengenai ketersediaan produk. Seberapa besar kapasitas produksi bapak. Sekuat apa channel bapak untuk mendapat leader awal yang bagus.

Jangan sampai bapak dipermainkan oleh mafia MLM yang mengaku sebagai leader besar, kemudian morotin bapak. Dan akhirnya merembet ke operasional bisnis. Ada harapan besar mereka yang mau menjadi "sales cuma-cuma" di perusahaan bapak. Jadi jangan sampai kecewakan mereka lantaran ketidakmampuan manajemen di kemudian hari. Kenapa mereka dikatakan entrepreneur atau bisnis owner ?

1. Karena mereka berpartner dengan bapak untuk memasarkan produk bapak. Biaya perjalanan mereka tanggung sendiri, Mereka pun beli produk bapak juga cash/bayar dimuka. Prinsip ini jelas berbeda 180 derajat dengan ketika Anda menggaji sales Anda di belakang dan menitipkan barang Anda di depan. Member MLM punya harga diri, dia modal di depan. Itupun juga sama-sama menanggung risiko barang tidak bisa dikembalikan, dan bapak pun saya yakin tidak menerima pengembalian barang. Jadi member harus berjuang bagaimana caranya agar produk tersebut laku.

Masalah ada cara yang nyleneh di praktik lapangan, misal aga sedikit memaksa. Ya itulah tugas Anda berikutnya, ada hal lain yang disebut sebagai Support System. Sebagai wadah pembelajarannya.Kalau masih ada yang bertindak di luar etika, ya itu namanya oknum.
Apapun profesinya, oknum itu tetap ada, bukan di member MLM saja.

2. "Katanya Business Owner, kok bawa bolpen, kertas, dan gambar bunder-bunder" ?
Sebagai pengusaha kita semua tahu. Apa yang dinamakan bisnis pasti diawali dari hal yang sederhana kemudian dirawat, tumbuh kembang hingga akhirnya memiliki cabang dimana-mana.
Seorang penjual sayur di pasar, itu busineness owner
Seorang penjual nasi bungkus di sebuah warung, itu juga business owner
Seorang pengedar bubur di komplek perumahan itu juga business owner

Alangkah teganya kita jika sesama business owner merendahkan status dan perjuangan saudara kita yang lain. Yang MASIH MENGAWALI karir bisnisnya... Hingga pada suatu saat, si pedagang sayur memiliki Supermarket Sayurnya sendiri...
Si padagang nasi bungkus, punya restora di setiap kota di Indonesia,
si pengedar bubur, mulai mampu menyewa sebuah stand di sebuah sudut Food Court di sebuah Mall...

Inilah proses kehidupan, alangkah kurang bijaksananya kita jika harus mencibir mereka yang mengawali dari nol. Benar-benar dari bawah...Sementara kita yang tidak mau bersusah payah, pengen bisnis instan dan langsung besar tanpa mau melewati proses jatuh bangunnya, mendirikan bisnis saja hutang, belum lagi ketemu ribanya. Itupun juga sama-sama juga tidak ada garansi suksesnya. Ketika Allah berkehendak lain, andaikan saja umur kita tidak sampai tuntas sebelum hutang lunas. Mungkin Anda akan dengan enteng menjawab, hutangnya kan otomatis lunas oleh asuransi. Begitulah silat lidah manusia, padahal bagi mereka yang memiliki hutang, maka amalannya akan menggantung antara bumi dan langit sampai hutangnya lunas.

Itu kalau kondisinya wafat sebelum hutang lunas. Lha kalau ternyata ribanya menjadikan bisnisnya tidak berkah ?
Seperti kata Yusuf Mansur, "Zeet !!" Allah bilang habis, habis sudah...
Rumah yang dulunya disombongkan, akhirnya disita, kemudian Anda pindah menjadi kontrak di rumah kecil.

Mengapa bermodal kertas dan bolpen. Ya inilah efisiensi pebisnis MLM.
Seorang Larry dan Sergey (pendiri Google) mereka ketika berpresentasi di komite investor, dengan yakinnya hanya mengambil secarik kertas putih polos kemudian menggambar satu kontak panjang dan dua tombol di bawahnya. Nilai dana yang diminta adalah jutaan dolar. Dan karena kekuatan keyakinan, akhirnya diluluskanlah permohonannya.

Bagaimana dengan pebisnis indonesia ?

Mau maju ke bank saja masih harus goreng rekening.
Belum lagi dibumbui dusta-dusta kecil agar semua terlihat running well.
Kemudian juga masih bersalam tempel dengan pengambil kebijakan agar semua dipermudah.

Kalau kualitas pebisnis seperti ini yang kita banggakan, sepertinya kok ndak banget.

Seorang pebisnis tidak hanya dinilai dari banyaknya uang, tapi sikapnya.Semoga apa yang sampaikan ini menjadi manfaat bagi kita semuanya.